Perjanjian Giyanti, sebuah kesepakatan bersejarah yang menandai babak baru dalam peta politik Jawa, meninggalkan jejak tak terhapuskan dalam perjalanan sejarah. Perjanjian ini, yang terjadi pada masa transisi, mengubah konfigurasi kekuasaan dan membentuk masa depan kerajaan-kerajaan di pulau tersebut. Bagaimana kesepakatan ini tercapai, apa isi dan dampaknya, serta bagaimana ia membentuk lanskap politik Jawa hingga era modern, akan kita telusuri bersama dalam pembahasan ini.
Dari latar belakang hingga konsekuensi yang ditimbulkannya, mari kita kupas tuntas.
Perjanjian Giyanti, ditandatangani pada tanggal tertentu, menjadi momen penting dalam sejarah Jawa. Perjanjian ini, yang melibatkan kerajaan-kerajaan yang bertikai, mengubah peta kekuasaan, memunculkan kerajaan-kerajaan baru, dan mempengaruhi dinamika sosial ekonomi. Bagaimana perjanjian ini memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa itu, dan apa saja dampak jangka panjangnya, patut dikaji lebih lanjut. Kita akan mengungkap semua itu dengan menyoroti berbagai aspeknya, mulai dari latar belakang hingga interpretasi modern.
Latar Belakang Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti, sebuah kesepakatan penting dalam sejarah Indonesia, menandai berakhirnya perang saudara di Jawa. Peristiwa ini punya dampak besar terhadap konfigurasi politik dan sosial di Pulau Jawa pada akhir abad ke-18. Pemahaman terhadap latar belakangnya sangat penting untuk memahami dinamika politik saat itu dan dampaknya hingga sekarang.
Konteks Sejarah Perjanjian Giyanti
Perjanjian Giyanti lahir dari situasi konflik yang kompleks di Jawa pada akhir abad ke-18. Kekuasaan Mataram yang pernah perkasa mulai runtuh, terpecah belah menjadi beberapa kerajaan kecil. Perebutan kekuasaan dan ambisi politik para pangeran memicu perang saudara yang melemahkan Jawa. Perjanjian ini menjadi upaya untuk mengakhiri pertempuran dan membangun kembali stabilitas.
Situasi Politik dan Sosial Jawa
Pada masa itu, Jawa diwarnai ketidakstabilan politik. Kerajaan Mataram, yang dulunya menjadi kekuatan besar, terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil yang saling berkonflik. Perpecahan ini juga berdampak pada kondisi sosial. Pertentangan antar kelompok dan kekacauan politik memicu penderitaan rakyat. Pertumbuhan ekonomi juga terhambat.
Jelajahi macam keuntungan dari kerajaan kutai yang dapat mengubah cara Anda meninjau topik ini.
Kondisi ini mendorong para pemimpin untuk mencari solusi damai.
Tokoh-Tokoh Kunci
Perjanjian Giyanti melibatkan sejumlah tokoh penting dari berbagai pihak. Sultan Hamengkubuwono I dari Surakarta dan Pakubuwono III dari Yogyakarta adalah dua tokoh utama yang terlibat secara langsung dalam negosiasi. Selain mereka, ada juga para petinggi dari masing-masing kerajaan yang ikut serta dalam perundingan. Kehadiran tokoh-tokoh ini menunjukkan pentingnya perjanjian tersebut bagi stabilitas Jawa.
Kronologi Peristiwa Penting
- 1755: Kerajaan Mataram mengalami kemunduran dan pecah menjadi beberapa kerajaan kecil.
- 1757: Konflik dan pertempuran berkecamuk antara kerajaan-kerajaan kecil di Jawa.
- 1758: Perundingan awal dimulai, namun belum mencapai kesepakatan yang memuaskan.
- 1759: Perundingan intensif berlangsung, melibatkan para pemimpin dari kerajaan-kerajaan terlibat.
- 1759: Terjadi beberapa pertempuran kecil yang menghambat perundingan.
- 1755-1759: Konflik terus berkecamuk. Kondisi ini menggerakkan para pemimpin untuk mencari solusi damai.
- 1755-1759: Rakyat Jawa mengalami penderitaan akibat konflik yang tak kunjung usai.
- 1755-1759: Pertumbuhan ekonomi Jawa terhambat akibat pertempuran yang terus berlangsung.
- 23 Juni 1755: Perjanjian Giyanti ditandatangani oleh para pihak yang berkepentingan, mengakhiri perang saudara di Jawa.
Isi Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti, yang ditandatangani pada 13 Agustus 1755, menjadi tonggak penting dalam sejarah politik Jawa. Perjanjian ini memetakan ulang peta kekuasaan di Jawa dan memiliki dampak jangka panjang yang signifikan.
Pembagian Wilayah Kekuasaan
Perjanjian Giyanti secara tegas mengatur pembagian wilayah kekuasaan antara Surakarta dan Yogyakarta. Hal ini menjadi kunci bagi stabilitas politik di Jawa pada masa itu. Pengaturan ini mengakhiri konflik dan menandai awal dari era baru bagi kedua kerajaan.
- Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua, yaitu Surakarta (Kasunanan Surakarta Hadiningrat) dan Yogyakarta (Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat). Pembagian ini didasarkan pada pertimbangan keseimbangan kekuatan dan stabilitas politik.
- Wilayah kekuasaan Surakarta dan Yogyakarta ditentukan secara jelas, menghindari tumpang tindih dan potensi konflik di masa mendatang. Perbatasan antara kedua wilayah dijelaskan secara rinci dalam perjanjian.
- Pembagian wilayah ini memengaruhi dinamika politik Jawa selama beberapa dekade berikutnya, membentuk konfigurasi kekuasaan yang baru.
Pembagian Kekuasaan
Perjanjian Giyanti juga mendefinisikan pembagian kekuasaan antara dua kerajaan yang baru terbentuk. Perjanjian ini bukan hanya sekedar pembagian wilayah, tetapi juga menata struktur pemerintahan dan hubungan antar kedua kerajaan.
- Surakarta dan Yogyakarta masing-masing memiliki raja dan struktur pemerintahan sendiri. Keduanya tetap mempertahankan kedaulatan internal, tetapi terikat pada aturan perjanjian.
- Perjanjian ini mengatur hubungan antar kedua kerajaan, termasuk dalam hal perdagangan, pertahanan, dan diplomasi. Hal ini memastikan adanya keseimbangan kekuatan dan menghindari konflik terbuka di masa mendatang.
- Pembagian kekuasaan ini menandai perubahan signifikan dalam sistem politik Jawa. Hubungan antar kerajaan menjadi lebih terstruktur dan terikat oleh aturan.
Rincian Poin-Poin Penting, Perjanjian giyanti
Berikut tabel yang merangkum poin-poin penting dalam Perjanjian Giyanti:
Pasal | Isi | Dampak |
---|---|---|
1 | Pembagian wilayah Mataram menjadi dua kerajaan, Surakarta dan Yogyakarta. | Menciptakan dua kerajaan baru yang saling berdampingan. |
2 | Penentuan batas wilayah Surakarta dan Yogyakarta. | Mengurangi potensi konflik atas wilayah. |
3 | Pengakuan kedaulatan masing-masing kerajaan. | Menetapkan hubungan yang lebih terstruktur antara kedua kerajaan. |
4 | Pengaturan hubungan diplomatik dan perdagangan. | Memperkuat kerjasama dan stabilitas ekonomi. |
5 | Kewajiban membayar upeti kepada VOC. | Menciptakan ketergantungan pada VOC. |
Dampak Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti, yang ditandatangani pada tahun 1755, menjadi tonggak penting dalam sejarah Jawa. Perjanjian ini membawa perubahan signifikan terhadap peta politik dan sosial di pulau tersebut. Pengaruhnya masih terasa hingga masa kini, meski dampaknya tak selalu positif.
Dampak Politik Terhadap Kerajaan-Kerajaan di Jawa
Perjanjian Giyanti secara signifikan merubah peta kekuasaan di Jawa. Pembagian wilayah kekuasaan antara Surakarta dan Yogyakarta menciptakan dua kerajaan baru yang memiliki karakteristik dan peranan politik yang berbeda. Hal ini menciptakan keseimbangan kekuasaan yang baru, namun juga melahirkan persaingan dan konflik di masa mendatang. Kedudukan masing-masing kerajaan menjadi lebih terdefinisi, meskipun keduanya tetap dipengaruhi oleh Belanda. Perjanjian ini memicu perubahan sistem politik, yang pada akhirnya berdampak pada perkembangan politik di Jawa pada abad berikutnya.
Perubahan Wilayah Kekuasaan
Pembagian wilayah menjadi dua kerajaan, Surakarta dan Yogyakarta, adalah dampak paling kentara dari Perjanjian Giyanti. Surakarta (Solo) dan Yogyakarta (Yogyakarta) memperoleh batas-batas wilayah yang baru dan terdefinisi dengan jelas. Perubahan ini memengaruhi dinamika sosial dan ekonomi di masing-masing wilayah. Perlu dicatat, perubahan wilayah ini tidak serta merta merubah kesejahteraan penduduk secara keseluruhan.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Perjanjian Giyanti berdampak pada dinamika sosial dan ekonomi masyarakat Jawa. Pembagian wilayah menciptakan pola interaksi baru antara kedua kerajaan. Perubahan ini berpengaruh pada perdagangan, pertanian, dan aspek kehidupan lainnya. Penguasaan wilayah dan sumber daya menjadi kunci keberlangsungan masing-masing kerajaan, dan pergeseran kekuasaan tentu memengaruhi kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, perubahan tersebut tidak merata dirasakan oleh semua pihak.
Perbandingan Kondisi Politik Sebelum dan Sesudah Perjanjian Giyanti
Aspek | Sebelum Perjanjian Giyanti | Sesudah Perjanjian Giyanti |
---|---|---|
Kekuasaan | Kerajaan Mataram masih berkuasa, namun mengalami keretakan dan konflik internal. | Terbentuk dua kerajaan baru (Surakarta dan Yogyakarta) yang lebih terstruktur dan independen, meskipun tetap berada di bawah pengaruh Belanda. |
Wilayah | Wilayah kekuasaan Mataram masih luas dan belum terbagi secara jelas. | Wilayah kekuasaan terbagi antara Surakarta dan Yogyakarta, dengan batas-batas yang lebih terdefinisi. |
Interaksi antar kerajaan | Interaksi antar kerajaan masih kompleks dan seringkali terpengaruh konflik. | Interaksi antar kerajaan lebih terstruktur, namun tetap berpotensi konflik karena persaingan dan perbedaan kepentingan. |
Konsekuensi Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti, yang ditandatangani pada tahun 1755, menandai babak baru dalam konfigurasi politik Jawa. Perjanjian ini, meski bertujuan mengakhiri konflik, memiliki dampak mendalam dan kompleks terhadap perkembangan kerajaan-kerajaan di Jawa selanjutnya. Pengaruhnya tak hanya terbatas pada wilayah kekuasaan langsung, tetapi juga membentuk dinamika politik yang berkelanjutan.
Dampak Terhadap Perkembangan Kerajaan di Jawa
Perjanjian Giyanti memunculkan dua kerajaan baru, Surakarta dan Yogyakarta, yang menggantikan kekuasaan Mataram yang terpecah. Perubahan ini secara signifikan merubah peta kekuasaan di Jawa. Kedua kerajaan baru tersebut, meski awalnya masih bergantung pada kesepakatan dan pengaruh Belanda, lambat laun mulai membangun identitas dan otonominya sendiri. Hal ini terlihat dari pengembangan sistem pemerintahan, ekonomi, dan kebudayaan masing-masing kerajaan.
Kehadiran kerajaan-kerajaan baru ini tentu berdampak pada keseimbangan kekuatan dan munculnya persaingan diantara mereka.
Pembentukan Konfigurasi Politik Jawa
Perjanjian Giyanti, di samping membagi kekuasaan, juga turut membentuk konfigurasi politik Jawa yang baru. Secara tidak langsung, perjanjian ini memperkenalkan pola hubungan baru antara kerajaan-kerajaan lokal dengan kekuatan Eropa, khususnya Belanda. Pola hubungan ini berdampak pada ketergantungan dan persaingan antar kerajaan Jawa, sekaligus menandai awal penetrasi pengaruh kolonial dalam urusan internal kerajaan. Perubahan struktur kekuasaan ini menjadi faktor kunci dalam membentuk tatanan politik Jawa selanjutnya, hingga terjadinya perubahan besar berikutnya.
Potensi Konflik Pasca Perjanjian
Meskipun perjanjian Giyanti bertujuan mengakhiri konflik, potensi konflik tetap ada. Perseteruan dan persaingan antar kerajaan yang baru terbentuk, terutama dalam hal wilayah dan pengaruh, tetap berpotensi muncul. Ketidakseimbangan kekuasaan dan perebutan pengaruh antara Surakarta dan Yogyakarta menjadi potensial konflik, khususnya di masa-masa awal berdirinya. Ketidakjelasan batas wilayah dan sumber daya juga dapat menjadi pemicu perselisihan.
Perkembangan Kerajaan Pasca Perjanjian Giyanti (Diagram Alir)
- 1755: Perjanjian Giyanti ditandatangani, Mataram terpecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta.
- 1755-1800: Kedua kerajaan baru mulai membangun identitas, mengembangkan sistem pemerintahan dan kebudayaan masing-masing, namun tetap bergantung pada pengaruh Belanda.
- 1800-1830: Pengaruh Belanda semakin kuat, persaingan antar kerajaan semakin kompleks. Perselisihan terkait batas wilayah dan sumber daya berpotensi terjadi.
- 1830-an dan seterusnya: Perubahan politik yang lebih luas terjadi, baik secara internal di kerajaan-kerajaan Jawa maupun eksternal dalam hubungan dengan Belanda. Konflik yang berpotensi muncul, tak hanya antara kerajaan tetapi juga dengan pihak luar.
Perbandingan dengan Perjanjian Lainnya: Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti, yang menandai babak baru dalam sejarah Jawa, tak berdiri sendiri. Ia terhubung dengan perjanjian-perjanjian penting lainnya di era yang sama. Memahami perbandingannya dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang dinamika politik dan perubahan kekuasaan di masa lalu.
Perbandingan Perjanjian Giyanti dengan Perjanjian Lainnya di Jawa
Perjanjian-perjanjian penting di Jawa, selain Giyanti, memberikan gambaran tentang pola dan karakteristik perundingan pada masa itu. Melihat perbedaan dan kesamaan akan memperjelas konteks sejarah Perjanjian Giyanti.
- Perjanjian Salatiga (1811): Perjanjian ini terkait dengan penggabungan wilayah kerajaan-kerajaan kecil di Jawa Tengah oleh pemerintah kolonial. Perjanjian ini memiliki fokus pada penyerahan kekuasaan kepada pemerintah kolonial, berbeda dengan Giyanti yang lebih berfokus pada pembagian wilayah kekuasaan diantara dua pihak yang masih berdaulat.
- Perjanjian Tuntang (1811): Perjanjian ini mengakhiri kekuasaan kerajaan Mataram dan Jawa di bawah kekuasaan Inggris. Perbedaan mendasar terletak pada cakupan wilayah dan pihak yang terlibat, di mana Giyanti lebih terfokus pada kesepakatan internal di antara dua pihak, sementara Tuntang terkait dengan kekuasaan kolonial.
- Perjanjian antara kerajaan-kerajaan di Jawa (sebelum abad ke-19): Perjanjian-perjanjian ini, yang bisa berupa perjanjian perdamaian, aliansi, atau perdagangan, memiliki fokus pada kepentingan politik dan ekonomi antar kerajaan. Meskipun tidak selalu secara langsung terhubung dengan Perjanjian Giyanti, pemahaman terhadap perjanjian-perjanjian ini penting untuk memahami konteks politik dan hubungan antar kerajaan Jawa sebelum Giyanti.
Tabel Perbandingan Perjanjian Penting
Berikut ini tabel yang menunjukkan perbandingan beberapa perjanjian penting di Jawa, termasuk Giyanti:
Perjanjian | Tanggal | Isi Inti Perjanjian |
---|---|---|
Perjanjian Giyanti | 1755 | Pembagian wilayah kekuasaan antara Surakarta dan Yogyakarta. |
Perjanjian Salatiga | 1811 | Penggabungan wilayah Jawa Tengah di bawah kekuasaan kolonial. |
Perjanjian Tuntang | 1811 | Penyerahan kekuasaan kerajaan Mataram dan Jawa ke Inggris. |
Pengaruh Perjanjian Lainnya terhadap Perjanjian Giyanti
Meskipun Perjanjian Giyanti terfokus pada pembagian kekuasaan antara dua kerajaan, perjanjian-perjanjian sebelumnya dan kontemporernya, seperti yang disebutkan di atas, membentuk konteks politik dan hubungan kekuasaan di Jawa pada saat itu. Pemahaman tentang perjanjian-perjanjian lain ini dapat memberikan wawasan lebih dalam tentang latar belakang dan implikasi dari Perjanjian Giyanti.
Interpretasi Modern Terhadap Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti, sebuah kesepakatan penting dalam sejarah Indonesia, terus menjadi bahan kajian dan perdebatan. Interpretasi modern terhadap perjanjian ini melihatnya bukan sekadar dokumen sejarah, melainkan juga cerminan dinamika politik dan sosial pada masa itu, yang masih relevan hingga saat ini. Bagaimana kesepakatan tersebut dimaknai dan diinterpretasikan oleh para ahli, menjadi kunci untuk memahami dampaknya terhadap perjalanan bangsa Indonesia?
Pandangan Para Ahli Sejarah
Berbagai perspektif muncul dari para ahli sejarah mengenai Perjanjian Giyanti. Beberapa melihatnya sebagai kesepakatan yang mengakhiri konflik, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk pengkhianatan atau penindasan. Perbedaan interpretasi ini berakar pada sudut pandang dan pendekatan yang beragam dalam menganalisis sumber-sumber sejarah.
- Sejarawan A melihat perjanjian ini sebagai upaya untuk menciptakan stabilitas di tengah kekacauan politik, dengan meminimalisir pertumpahan darah. Ia menekankan pentingnya negosiasi dan kompromi dalam menyelesaikan konflik antar kerajaan.
- Sejarawan B, di sisi lain, menilai perjanjian ini sebagai hasil tekanan dari kekuatan kolonial. Ia berargumen bahwa perjanjian tersebut merugikan kerajaan-kerajaan lokal dan mempercepat proses penjajahan.
- Sementara sejarawan C, menitikberatkan pada faktor-faktor sosial ekonomi yang melatarbelakangi perjanjian tersebut. Ia menekankan pentingnya faktor ekonomi dan penguasaan sumber daya sebagai motif utama di balik kesepakatan tersebut.
Perjanjian Giyanti dalam Konteks Politik dan Sosial Masa Kini
Perjanjian Giyanti, meski terjadi ratusan tahun lalu, memiliki relevansi yang signifikan dengan dinamika politik dan sosial masa kini. Pengaruhnya terhadap hubungan antar kelompok, pembagian kekuasaan, dan pemahaman tentang kedaulatan masih menjadi bahan perbincangan.
- Dalam konteks politik, perjanjian ini dapat dianalogikan dengan perjanjian-perjanjian internasional masa kini. Interpretasi modern terhadapnya dapat memberikan wawasan berharga mengenai pentingnya diplomasi dan negosiasi dalam menyelesaikan konflik.
- Di sisi sosial, perjanjian ini dapat dikaitkan dengan isu-isu keadilan dan kesejahteraan sosial. Interpretasi modern dapat mengungkap bagaimana perjanjian ini mempengaruhi distribusi kekuasaan dan sumber daya di tengah masyarakat.
Perspektif-Perspektif yang Berbeda
Berbagai perspektif yang muncul terhadap Perjanjian Giyanti mencerminkan kompleksitas sejarah dan dinamika politik pada masa itu. Keanekaragaman pendapat ini menunjukkan bahwa sejarah tidak memiliki satu interpretasi yang benar, melainkan terbuka untuk berbagai penafsiran dan pemahaman.
- Perspektif dari pihak kerajaan-kerajaan yang terlibat, seperti Surakarta dan Yogyakarta, akan sangat penting untuk memahami sudut pandang mereka dalam perjanjian tersebut.
- Sudut pandang dari para tokoh politik dan pemimpin pada masa itu juga sangat relevan untuk mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai konteks perjanjian ini.
- Analisis terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat pada masa itu akan memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai dampak perjanjian tersebut.
Interpretasi Terkini
Interpretasi terkini terhadap Perjanjian Giyanti cenderung melihatnya sebagai kesepakatan yang kompleks, dengan dampak yang luas dan berkelanjutan. Perjanjian ini bukan sekadar dokumen sejarah, tetapi juga cerminan dari dinamika politik, sosial, dan ekonomi pada masanya.
Ilustrasi Peta Wilayah

Pemahaman mendalam tentang Perjanjian Giyanti tak lengkap tanpa melihat perubahan wilayah yang terjadi. Ilustrasi peta akan memberikan gambaran visual yang jelas tentang pergeseran kekuasaan dan batas-batas wilayah sebelum dan sesudah perjanjian tersebut.
Peta Wilayah Sebelum Perjanjian Giyanti
Peta ini akan menampilkan wilayah kekuasaan Mataram yang terpecah sebelum Perjanjian Giyanti. Perhatikan luas wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dan pengaruhnya terhadap kerajaan-kerajaan sekitarnya. Mungkin juga terdapat catatan mengenai pusat-pusat kekuasaan dan aktivitas ekonomi di berbagai wilayah.
Peta Wilayah Sesudah Perjanjian Giyanti
Pada peta ini, akan digambarkan wilayah yang baru terbentuk setelah perjanjian tersebut. Perhatikan bagaimana pembagian wilayah baru antara Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta. Tunjukkan juga perubahan batas-batas wilayah dan pengaruhnya terhadap stabilitas politik di Jawa.
Perubahan Batas Wilayah dan Kekuasaan
Bagian ini akan menyoroti secara visual perubahan signifikan dalam batas-batas wilayah dan struktur kekuasaan setelah perjanjian. Gunakan warna berbeda untuk menandai wilayah yang dipindahkan atau dibagi. Identifikasi perubahan pengaruh politik dan ekonomi di setiap wilayah baru.
Deskripsi Wilayah dan Perannya
- Kesultanan Yogyakarta: Sebutkan wilayah-wilayah yang menjadi bagian dari Kesultanan Yogyakarta. Jelaskan perannya dalam politik dan ekonomi Jawa setelah perjanjian. Sertakan penjelasan mengenai potensi sumber daya alam di wilayah kekuasaannya. Misalnya, wilayah pesisir yang strategis untuk perdagangan.
- Kesultanan Surakarta: Sebutkan wilayah-wilayah yang menjadi bagian dari Kesultanan Surakarta. Jelaskan perannya dalam politik dan ekonomi Jawa setelah perjanjian. Cantumkan informasi mengenai potensi sumber daya alam dan peran kota Surakarta sebagai pusat perdagangan dan administrasi.
- Wilayah Lain: Identifikasi wilayah lain yang terpengaruh oleh perjanjian, seperti kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Mataram. Jelaskan bagaimana perjanjian Giyanti memengaruhi hubungan mereka dengan Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta.
Perubahan batas wilayah tersebut, tentu berdampak pada jalur perdagangan, penggunaan lahan pertanian, dan interaksi sosial di antara wilayah-wilayah yang terlibat. Peta ini juga akan menunjukkan secara visual bagaimana perjanjian tersebut menciptakan konfigurasi politik baru di Jawa.
Perbandingan Wilayah Sebelum dan Sesudah
Aspek | Sebelum Perjanjian Giyanti | Sesudah Perjanjian Giyanti |
---|---|---|
Luas Wilayah | [Deskripsi luas wilayah Kesultanan Mataram] | [Deskripsi luas wilayah Yogyakarta dan Surakarta] |
Pusat Kekuasaan | [Deskripsi pusat kekuasaan Mataram] | [Deskripsi pusat kekuasaan Yogyakarta dan Surakarta] |
Potensi Ekonomi | [Deskripsi potensi ekonomi Mataram] | [Deskripsi potensi ekonomi Yogyakarta dan Surakarta] |
Perbandingan ini akan memberikan gambaran yang komprehensif tentang perubahan signifikan yang terjadi di peta wilayah Jawa setelah Perjanjian Giyanti.